4.21.2009

Nikmatnya Mengolah Sampah Menjadi Kompos

Aku pernah lupa tidak mengaduk komposterku hingga lima hari lamanya. dan apa yang terjadi? Waktu aku mendekatinya saja sudah terdengar kesibukkan yang mengerikan dari dalam komposterku. Terbayang sudah para penghuninya yang berjalan jalan di dalamnya. Hiiiy..:(
Okey aku tidak tahu makhluk apa lagi selain belatung (tapi bukan tikus lo ya, pokoknya sejenis belatung tapi berwarna coklat kehitaman dan berbuku-buku). Ketika kutumpahkan di lantai, wuiih baunya seperti TPA pindah ke rumahku, sudah begitu becek lagi sampahnya. Aku ingat sampah itu nampak seperti tanah yang diambil dari comberan, tanah bercampur sampah yang mulai membusuk. Semula aku ingin mengangin-anginkan dulu, tapi karena tidak enak dengan tetangga aku masukkan lagi ke tempatnya. Baunya memang hilang, tapi karena angin sudah kadung membawa bau itu masuk ke dalam rumah, kami serumah sepagian itu terpaksa kleyengan menikmati aroma yang sangat "sedap" itu. Aku juga dag dig dug jangan-jangan tetangga juga ikut memanen bau busuk calon kompos itu :f
Keesokan paginya waktu subuh aku bongkar lagi komposterku lalu cepat kuaduk dengan tanah yang kuambil dari halaman tetangga. Setelah selesai segera pula kukembalikan ke komposter. Masih bau, tapi tidak separah kemarin.
Pada hari ketiga, aku bongkar lagi dan sudah tidak berbau, sampahnya juga sudah mulai menghitam dan suhunya lumayan hangat sehingga aku siram memakai cairan mol.
Sekitar seminggu kemudian aku sudah bisa memanen komposnya. Satu tempat sampah penuh setelah dikomposkan menjadi satu pot kompos. Sampai saat ini belum kuapa-apakan, cuma kalo pas kebetulan berada di rumah aku siram mol. Rencananya setelah pindah rumah nanti baru aku manfaatkan untuk menanam sayuran. Karena itu pula aku bertahan mengomposkan sampah dapurku di keranjang sampah ukuran tanggung. Bila aku beralih memakai tong plastik yang besar itu, aku enggak enak sama orang yang nanti membantu kami pindahan.
Sekarang aku jadi tahu setiap kita mengomposkan sesuatu kita harus sering membalik-baliknya, minimal sehari sekali. Agar sampah yang berada di dasar tidak terlalu becek, juga agar bisa bernafas. Selain itu aku juga membuat lubang di bawah komposterku itu supaya bila ada kelebihan air, air lindinya bisa keluar.

4.20.2009

Menikmati Markisa Pertamaku

Beberapa waktu yang lalu aku pernah posting kalo pohon markisaku mulai berbuah. Tapi sayangnya karena letaknya yang disamping mulut gang persis membuatku mesti kecewa karena kalah cepat dengan orang yang ternyata kepingin menikmati markisaku juga.

Karena penasaran aku terpaksa naik ke tembok untuk mencari markisa barangkali aja ada yang tersisa. Usahaku tak sia sia. Kutemukan satu markisa sebesar kepalan tangan anak remaja. Warna kulitnya telah menguning, kuning muda. Waktu kubelah tercium bau markisa yang masam segar. Isinya berupa biji-biji kecil berwarna kehitaman yang diselimuti dagingnya yang bening kekuningan. Hemmmh..
Langsung kukerok isinya, kumasukkan dalam gelas dan kuberi gula pasir beserta air putih. Kuaduk hingga gula larut. Karena cuma satu buah, minuman markisa itu dinikmati ramai-ramai bersama suamiku dan Sekar. Segar, apalagi siang-siang dengan cuaca yang cukup panas.
Aku menyisakan sedikit bijinya untuk kutanam di rumahku yang di Potrobangsan.


4.05.2009

Masak Pake Anglo dan Arang

Di Magelang dan daerah disekitarnya memasak menggunakan anglo bukanlah hal yang asing. Bahkan ketika minyak tanah mulai sulit dicari, banyak orang yang beralih ke anglo yang bahan bakarnya arang.


Keistimewaan arang ini selain murah (1 kilo sekitar 2800 rupiah, sekali masak nasi, rebus air, masak sayur dan lauk cuma butuh 1 kilo arang yang bagus), juga panasnya bisa melebihi kompor minyak dan tidak mengotori pantat panci. Selain itu kita juga bisa memanggang misal trasi, pepes ikan, ubi de el el di kolong anglo. Jadi sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Beda dengan kompor minyak, bila pemiliknya malas membersihkan secara rutin biasanya mengeluarkan asap yang mengotori panci. Selain itu senangnya memasak menggunakan anglo bisa kita tinggal tanpa takut bakal meledak dan terjadi kebakaran. Ya iyalaaah :D Bukannya meledak arangnya malah habis menjadi abu karena tidak kita tambah arang lagi. Biasanya aku menggunakan anglo untuk memasak burjo dan kembang tahu untuk dijual, atau pas kehabisan gas. Aku juga sering membuat nasi tim kalau sedang tidur di Kauman. Setelah meletakkan panci diatas anglo aku tinggal jalan-jalan ke Taman Kyai Langgeng. Pulang-pulang nasi sudah mateng dan bila masih tertinggal air panas di dasar panci, airnya kupake buat mandiin anakku. Sayurnya beli mateng :D. Gampang kan?

Ada kejadian lucu seputar anglo. Kebetulan tempat tinggalku di Kauman bersebelahan dengan Masjid Agung. Suatu pagi buta aku sedang memasak burjo di samping rumah, datang rombongan bis dari Kebumen. Saat penumpangnya turun dan hendak masuk ke masjid mereka melihatku memasak memakai anglo. Setelah mereka selesai sholat beberapa ibu-ibu mendekatiku sambil berbisik-bisik, aku diamkan tingakah mereka hingga salah seorang dari mereka akhirnya bertanya dengan logat ngapaknya yang kental " Nopo niku saget kangge masak (apa itu bisa buat masak)?"
"nggeh saget (Iya bisa)." jawabku simpel. Kemudian mereka makin mendekat sambil memperhatikan arang yang nampak merah membara dalam anglo sementara panci mengeluarkan uap dengan aroma bubur kacang hijau. "Panas temenan kiyeh (panas beneran nih)" ujar mereka dengan lugunya.
"Nggeh panas, la menawi mboten nggeh mboten saget kangge masak. (ya panas, kalo ngaak panas nggak bisa buat masak)" kataku kemudian. Mereka manggut-manggut sambil tak lama kemudian pamit pergi. Memang di daerah-daerah orang ngapak macam Kebumen, Banyumas, Cilacap penggunaan anglo sangat jarang. Sehingga wajar kalau mereka demikian takjub dengan benda bernama anglo. Aku sendiri lahir dan dibesarkan di Cilacap dan menjumpai anglo setelah menikah dan menetap di Magelang.

Panen Kompos

Setelah hampir dua bulan mengolah sampah dan mematangkan olahan sampahku menjadi kompos, kemarin aku mulai memanen hasilnya. Kebetulan saat aku sedang mengaduk aduk panenan komposku yang punya kontrakan melihatku. Beliau sempat tanya-tanya dan sempat menanyakan cara membuat kompos itu dan terbuat dari apa. Aku menjawab dari sampah dapur dan menjelaskan cara pembuatannya. Mudah-mudahan beliau tertarik, meski sebentar lagi aku bakal pindah kontrakan.

Hasil komposku pun berwarna hitam, tidak berbau dan suhunya telah dingin. Namun masih ada sebagian kecil sampah yang belum hancur menjadi tanah dan ada pula yang menggumpal. Sampah yang belum hancur kukembalikan lagi ke komposter dan kucampurkan dengan sampah baru dengan ditambahkan mol. Pada komposku ini pun masih ada makhluk kecil-kecil tapi bukan belatung. Jadi setelah kupisahkan kompos yang telah halus aku siram mol lagi sampai lembab dan kututup. Biar mantap saja.

Lumayan dari sekeranjang tempat sampah penuh aku memanen kompos sekitar sekaleng cat ukuran 5 kilo. Itupun tidak kutekan. Kalau dipikir-pikir sedikit. Soalnya kompos itu aku buat dari sampah sayuran selama sebulan. Aku memang lagi rajin-rajinnya mengompos sampah dapurku supaya kelak di rumahku yang baru aku sudah siap menanam sayur-sayuran dengan media kompos buatanku, kalau perlu menanam buah dalam pot.


4.02.2009

Kembang Tahu


Tidak banyak yang tahu apa itu kembang tahu. Buat orang Jakarta, Semarang dan Bandung makanan ini enggak asing lagi. Tapi buat orang Magelang, salah-salah malah seperti bayangan para tetanggaku. Mereka mengira kembang tahu itu yang biasa di buat campuran sup. Sebenarnya memang enggak salah. Memang ada jenis kembang tahu yang biasa dijual di pasaran seperti lembaran kertas, kering dan memang diperuntukkan untuk campuran sup. Lalu tetanggaku yang lain mengira kalau kembang tahu itu tahu yang dikasih kembang, sementara yang lain mengira tahu yang dibentuk seperti kembang. :r

Daripada pusing-pusing membayangkan kayak apa kembang tahu, kita coba aja resepnya.
Bahan:
1/4 kg (segelas) kedele putih
1 sct Agar-agar swalow globe (warna ijo biar nampak cantik)
Garam sedikit aja biar gak anyep rasanya
5 gelas air
4 helai pandan
vanili
Air juruh
1/4 Gula jawa
2 btg serai
3 helai pandan
1 rimpang jahe (bakar tapi gak sampe hangus lo, kupas kulitnya, dipukul memar)
5 gelas air

Cara membuat:
Kedelai direndam sampe mengembang, blender dengan air. saring dengan kain yang tipis. campurkan bahan lainnya. Masak diatas api sedang sambil terus diaduk hingga mendidih. tuang ke dalam wadah bersih. Buangi busanya. Biarkan membeku. Sisihkan.

Sementara itu rebus semua bahan untuk air juruh hingga mendidih.

Cara menghidangkan
Sendoki tipis-tipis kembang tahu dan letakkan dalam mangkuk. Siram dengan air juruh panas. Segera hidangkan.

Biar nikmat dan segar kembang tahu dimakan dalam keadaan panas.

Note:
Memasak kembang tahu harus diaduk terus tanpa henti, dan sampe dasar panci supaya kedelai tidak mengendap di dasar panci.